Masa Daluwarsa Menuntut Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan

From MMA Tycoon Help
Jump to navigation Jump to search


Terima kasih atas pertanyaan Anda. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jerat Pidana Bagi Mantan Pacar Istri yang Memperkosanya di Masa Lalu yang pertama kali dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H.dogpile.com Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika. Kemudian, menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 210-211), mengemukakan bahwa yang diancam hukuman dalam Pasal 285 KUHP adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia. Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Proses Hukum Kejahatan Perkosaan, Pencabulan, dan Perzinahan, Pasal 285 KUHP termasuk delik biasa. Delik biasa adalah delik yang dapat dituntut atau diproses tanpa dibutuhkan adanya pengaduan. Sedangkan delik aduan adalah delik yang hanya dapat diproses apabila ada aduan dari pihak yang dirugikan. Perkara yang termasuk dalam kategori delik biasa, dalam hal ini tindak pidana pemerkosaan dalam Pasal 285 KUHP dan Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023, tidak dapat dihentikan meskipun para pihak telah memutuskan untuk berdamai. Karenanya, polisi dapat memproses kasus pemerkosaan tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban. Perlu diingat juga, menurut R. Soesilo (hal. 211), untuk dijerat Pasal 285 KUHP ini harus ada kekerasan. Jika tidak ada unsur tersebut, maka tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana pemerkosaan. Oleh karena itu, maka perlu dipastikan lebih lanjut bagaimana situasi yang terjadi saat istri Anda dan mantan pacarnya melakukan hubungan seksual, apakah terdapat unsur kekerasan atau tidak. Jika ditemukan unsur kekerasan, maka dapat dikatakan sebagai tindakan pemerkosaan dan mantan pacarnya dapat dijerat dengan Pasal 285 KUHP atau Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023. Tetapi jika tidak ada kekerasan, maka tidak dapat dikatakan sebagai pemerkosaan dan mantan pacar istri Anda tidak dapat dipidana. Jika memang benar bahwa istri Anda diperkosa oleh mantan pacarnya sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu, apakah masih bisa dilakukan penuntutan terhadap pelakunya? Pada dasarnya, hukum pidana mengenal adanya daluwarsa mengajukan suatu penuntutan. Daluwarsa adalah lewatnya waktu yang menjadi sebab gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana. 20 tahun, pidana penjara seumur hidup, orgy atau pidana mati. R. Soesilo menjelaskan, bahwa Pasal 78 KUHP mengatur tentang gugurnya hak penuntutan hukuman (strafsactie) karena lewat waktunya, yaitu hak untuk menuntut seseorang di muka hakim supaya dijatuhi hukuman. Lebih lanjut, berdasarkan penjelasan Pasal 136 ayat (1) UU 1/2023 dinyatakan bahwa ketentuan kedaluwarsa dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum terhadap status tindak pidana yang dilakukan. Hal ini dikarenakan dengan lewatnya jangka waktu tersebut pada umumnya sulit untuk menentukan alat-alat bukti. Penentuan tenggang waktu kedaluwarsa disesuaikan dengan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan. Bagi tindak pidana yang lebih berat, tenggang waktu kedaluwarsa lebih lama daripada tenggang waktu bagi tindak pidana yang lebih ringan. Maka menurut hemat kami, terhadap dugaan tindak pidana perkosaan yang diatur Pasal 285 KUHP dan Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023 yang korbannya adalah istri Anda, maka pelakunya (mantan pacar istri Anda) berpotensi dipidana penjara maksimal 12 tahun. Oleh karena itu, daluwarsa kasus tersebut menurut Pasal 78 ayat (1) ke-3 KUHP adalah 12 tahun. Sementara menurut Pasal 136 ayat (1) huruf d UU 1/2023, kedaluwarsa kasus tersebut adalah 18 tahun. Sehingga, dugaan tindak pidana perkosaan yang terjadi 4 atau 5 tahun lalu, masih dapat dilakukan laporan ke polisi. Cara melapor tindak pidana ke polisi dapat Anda temukan pada artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Untuk kasus perkosaan, pada umumnya salah satu alat bukti yang digunakan adalah visum. Disarikan dari artikel Visum Et repertum sebagai Alat Bukti, visum adalah surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik mengenai pemeriksaan medis terhadap manusia yang dibuat berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah untuk kepentingan keadilan. Meninjau fungsi visum dari definisi tersebut, visum artinya dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat sebagaimana tertuang dalam KUHAP. Pasal 187 huruf c KUHAP juga menyebutkan bahwa surat sebagai alat bukti yang sah merupakan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Apabila visum memang tidak menunjukkan adanya tanda kekerasan (pemerkosaan) karena peristiwa tersebut sudah lama terjadi, maka sebaiknya dicari alat bukti lain yang bisa membuktikan tindak pidana pemerkosaan tersebut. Pada akhirnya, hakimlah yang akan memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 1. Hanafi Amrani. Urgensi Perubahan Delik Biasa Menjadi Delik Aduan dan Relevansinya terhadap Perlindungan dan Penegakan Hak Cipta. Undang: Jurnal Hukum, Vol. 2. Indah Febriani Kaligis. Daluwarsa Penuntutan Pidana ditinjau dari Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jurnal Lex Crimen, Vol. 3. P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang. Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan. 4. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang. Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan. Jakarta: SInar Grafika, 2009, hal. Hanafi Amrani. Urgensi Perubahan Delik Biasa Menjadi Delik Aduan dan Relevansinya terhadap Perlindungan dan Penegakan Hak Cipta. Undang: Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 2, 2018, hal. Hanafi Amrani. Urgensi Perubahan Delik Biasa Menjadi Delik Aduan dan Relevansinya terhadap Perlindungan dan Penegakan Hak Cipta. Undang: Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 2, 2018, hal. Indah Febriani Kaligis. Daluwarsa Penuntutan Pidana ditinjau dari Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jurnal Lex Crimen, Vol.